Saya orang kesekian yang baru baca bacaan renyah dan katanya hebat ini. Lewat rekomendasi teman, dan pinjamannya pula saya akhirnya bisa membaca dan sedikit review isi buku ini.
Saya orangnya penasaran pakai banget, begitu buku disodorkan saya bisa saja membacanya dalam sekali duduk. Kali ini saya hanya ingin sedikit berbagi pengalaman membaca dua buah buku dengan judul yang sama, "30 Paspor di Kelas Sang Profesor."
Buku ini adalah kumpulan dari cerita 30 mahasiswa yang mendapat tugas untuk pergi ke luar negeri sendirian. Karena alasan itu, buku ini menggunakan sudut pandang banyak orang karena ditulis oleh banyak orang. Jika kamu menginginkan buku dengan kualitas tulisan dan cerita yang aduhai, buku ini mungkin belum masuk kriteriamu. Kenapa? karena sesungguhnya buku ini adalah kumpulan cerita dari mahasiswa yang mengerjakan tugas dari salah satu dosennya. Subjektifitas penulis jelas sangat kentara sekali. Apalagi mereka bukan orang yang berangkat dari latar belakang penulis, jadi buang jauh-jauh ekspektasimu soal cerita aduhai dan bisa membuatmu menganga.
Namun, yang menjadi bagian menarik adalah justru keberagaman tulisan itu. Ada cerita yang cenderung enak dibaca, ada juga yang ceritanya biasa saja. Apalagi saya adalah tipe orang yang kurang suka dengan penggunaan kata "gue". Iya, kamu akan menemukan satu dua cerita dengan menggunakan sudut pandang pertama dengan kata ganti "gue", dan anehnya mereka semua adalah laki-laki. Well, untuk ukuran mahasiswa semester enam menulis cerita dengan menggunakan kata ganti "gue" adalah hal yang unik.
Dari sudut pandang cerita, ada yang menarik dengan jalan cerita 'nyasarnya' masing-masing, juga dengan subjetivitasnya masing-masing. Justru cerita ini menjadi otentik karena mereka murni menuliskan apa yang mereka temui untuk pertama kalinya; jalan ke luar negeri sendirian. Ah gilak aja, saya juga mau.
Kebetulan buku ini dipinjamkan teman saat saya juga sedang skeptis apakah saya mampu survive sendirian di negeri orang. Saya adalah orang yang suka panik saat mendapatkan kejutan tak terduga. Perut saya bahkan sempat mulas tak tertahankan saat saya menaiki kereta api untuk pertama kalinya sendirian. Jadi, jika ingin membaca cerita model seperti saya yang parno di tempat umum sendirian, maka buku ini adalah jawabannya. Tapi untuk mendapat bacaan dengan model kepenulisan yang apik dan cerita yang tertata apik, buku ini bukan yang terbaik. []
Saya orangnya penasaran pakai banget, begitu buku disodorkan saya bisa saja membacanya dalam sekali duduk. Kali ini saya hanya ingin sedikit berbagi pengalaman membaca dua buah buku dengan judul yang sama, "30 Paspor di Kelas Sang Profesor."
![]() |
| Buku 30 Paspor di Kelas Sang Profesor |
Namun, yang menjadi bagian menarik adalah justru keberagaman tulisan itu. Ada cerita yang cenderung enak dibaca, ada juga yang ceritanya biasa saja. Apalagi saya adalah tipe orang yang kurang suka dengan penggunaan kata "gue". Iya, kamu akan menemukan satu dua cerita dengan menggunakan sudut pandang pertama dengan kata ganti "gue", dan anehnya mereka semua adalah laki-laki. Well, untuk ukuran mahasiswa semester enam menulis cerita dengan menggunakan kata ganti "gue" adalah hal yang unik.
Dari sudut pandang cerita, ada yang menarik dengan jalan cerita 'nyasarnya' masing-masing, juga dengan subjetivitasnya masing-masing. Justru cerita ini menjadi otentik karena mereka murni menuliskan apa yang mereka temui untuk pertama kalinya; jalan ke luar negeri sendirian. Ah gilak aja, saya juga mau.
Kebetulan buku ini dipinjamkan teman saat saya juga sedang skeptis apakah saya mampu survive sendirian di negeri orang. Saya adalah orang yang suka panik saat mendapatkan kejutan tak terduga. Perut saya bahkan sempat mulas tak tertahankan saat saya menaiki kereta api untuk pertama kalinya sendirian. Jadi, jika ingin membaca cerita model seperti saya yang parno di tempat umum sendirian, maka buku ini adalah jawabannya. Tapi untuk mendapat bacaan dengan model kepenulisan yang apik dan cerita yang tertata apik, buku ini bukan yang terbaik. []

Comments
Post a Comment