Bikin Paspor? buat apa?
Awalnya saya juga mengatakan demikian. Bahkan ketika saya sudah benar-benar mendapatkan undangan resmi untuk menghadiri sebuah summit komunitas di sebuah kota di negara yang jauh. Teman saya bolak-balik berkata,
"udah bikin paspor belum?"
Saya berkali-kali menjawab,
"belum"
Dengan diiringi ketawa. Entah kenapa saya menunda-nunda membuat paspor. Batin saya, ah nanti saja kalau sudah dekat. Kebetulan saya mendapat undangan summit dari komunitas ini. Setelah saya mendapat email untuk segera mengurus perjalanan dan visa, disitu saya harus kelabakan karena saya masih belum punya PASPOR. Nah lo, salah siapa coba.
Berbekal nebeng wifi dengan ndempel di tembok mushola dekat rumah kakak, saya mulai mencari informasi tentang pembuatan paspor. Sebelumnya, saya bertanya dengan teman seangkatan kuliah saya yang sudah mengurus paspor lebih dahulu. Katanya, hanya diperlukan:
Besoknya saya berniat untuk mengurus paspor di kantor imigrasi terdekat, katanya hanya butuh tiga hari jam kerja saja langsung jadi. Ah saya masih punya waktu, batin saya. Malamnya seorang sahabat mengirim pesan menanyakan kalau saya urus paspor apa, saya menjawab paspor biasa. Dia berkata lebih baik untuk saya mengurus e-paspor karena pengalaman dia ke Jepang membuatnya sedikit menyesal kenapa dahulu dia tidak membuat e paspor. Salah satu kemudahan memiliki e paspor adalah adanya visa waiver untuk WNI yang ingin ke Jepang. Caranya cukup datang ke kedutaan Jepang dan mengurusnya di sana. Gratis!
Saya berubah rencana lagi, akhirnya buru-buru saya memesan tiket kereta ke Surabaya untuk perjalanan sorenya. Dan begitu bodohnya saya, karena ternyata saat itu bertepatan dengan 1 Juni dimana hari sedang libur sedang saya terlanjur membeli tiket PP. Beruntung kakak pertama saya memiliki rumah kecil di Surabaya, jadinya saya bisa numpang nginap di sana dan pulangnya bisa nebeng sopirnya.
Oh ya, kenapa harus di Surabaya? karena sementara ini layanan e passpor hanya ada di Jakarta, Batam, Surabaya. Banyak teman yang bertanya kenapa saya memilih ribet dengan datang ke Surabaya sementara di Blitar ada kantor Imigrasi? Meski harganya dua kali pasport biasa, yakni 600rb (55rb adalah biaya biometric), saya berfikir sederhana saja. Dari pada saya harus ganti ke e paspor suatu saat nanti, lebih baik saya mengurusnya dari sekarang. Saya yakin suatu saat memiliki e paspor menjadi wajib.
Syarat urus e paspor
Awalnya saya juga mengatakan demikian. Bahkan ketika saya sudah benar-benar mendapatkan undangan resmi untuk menghadiri sebuah summit komunitas di sebuah kota di negara yang jauh. Teman saya bolak-balik berkata,
"udah bikin paspor belum?"
Saya berkali-kali menjawab,
"belum"
Dengan diiringi ketawa. Entah kenapa saya menunda-nunda membuat paspor. Batin saya, ah nanti saja kalau sudah dekat. Kebetulan saya mendapat undangan summit dari komunitas ini. Setelah saya mendapat email untuk segera mengurus perjalanan dan visa, disitu saya harus kelabakan karena saya masih belum punya PASPOR. Nah lo, salah siapa coba.
Berbekal nebeng wifi dengan ndempel di tembok mushola dekat rumah kakak, saya mulai mencari informasi tentang pembuatan paspor. Sebelumnya, saya bertanya dengan teman seangkatan kuliah saya yang sudah mengurus paspor lebih dahulu. Katanya, hanya diperlukan:
- KTP
- KK
- Akte lahir/ijazah SD/SMP/SMA
Besoknya saya berniat untuk mengurus paspor di kantor imigrasi terdekat, katanya hanya butuh tiga hari jam kerja saja langsung jadi. Ah saya masih punya waktu, batin saya. Malamnya seorang sahabat mengirim pesan menanyakan kalau saya urus paspor apa, saya menjawab paspor biasa. Dia berkata lebih baik untuk saya mengurus e-paspor karena pengalaman dia ke Jepang membuatnya sedikit menyesal kenapa dahulu dia tidak membuat e paspor. Salah satu kemudahan memiliki e paspor adalah adanya visa waiver untuk WNI yang ingin ke Jepang. Caranya cukup datang ke kedutaan Jepang dan mengurusnya di sana. Gratis!
Saya berubah rencana lagi, akhirnya buru-buru saya memesan tiket kereta ke Surabaya untuk perjalanan sorenya. Dan begitu bodohnya saya, karena ternyata saat itu bertepatan dengan 1 Juni dimana hari sedang libur sedang saya terlanjur membeli tiket PP. Beruntung kakak pertama saya memiliki rumah kecil di Surabaya, jadinya saya bisa numpang nginap di sana dan pulangnya bisa nebeng sopirnya.
Oh ya, kenapa harus di Surabaya? karena sementara ini layanan e passpor hanya ada di Jakarta, Batam, Surabaya. Banyak teman yang bertanya kenapa saya memilih ribet dengan datang ke Surabaya sementara di Blitar ada kantor Imigrasi? Meski harganya dua kali pasport biasa, yakni 600rb (55rb adalah biaya biometric), saya berfikir sederhana saja. Dari pada saya harus ganti ke e paspor suatu saat nanti, lebih baik saya mengurusnya dari sekarang. Saya yakin suatu saat memiliki e paspor menjadi wajib.
Syarat urus e paspor
- KTP
- KK (sudah ditandatangani oleh kepala keluarga)
- Akta kelahiran/Ijazah SD/SMP/SMA
- Surat keterangan bekerja atau kartu mahasiswa jika masih kuliah.
Saya diantar adek sepupu saya pagi-pagi pukul lima. Sampai kantor imigrasi Surabaya saya sudah mendapat antrian mandiri yang diinisiasi oleh orang yang datang lebih awal. Yakni menyobek selembar kertas kecil dan menulis nomer sesuai waktu datang, saat itu saya mendapat nomer 29. Informasi ini saya dapatkan ketika saya dengan pedenya bertanya kepada seorang perempuan yang berdiri di depan saya,
"Mbak dapat kertas itu darimana?"
"Dari ibu depan mbak."
Tidak semua hari mengantri dengan cara demikian, namun inisiatif dari ibu berambut pendek keturunan China itu ada benarnya juga. Untuk menghindari penyerobotan antrian.
Jam setengah enam, petugas mulai membuka pagar. Di belakang saya seorang laki-laki seumuran kakak saya. Saya basa-basi bertanya padanya,
"Mau kemana?"
"Ini Ibu saya mau umroh."
"Ibunya mana?" tanya saya.
"Ibu masih di rumah, kasihan kalau harus membuatnya antri berdiri"
Meski saya mendapat antrian nomer 29 di kertas sobekan tadi, ternyata saya mendapat antrian 52 di finger scan. Dua kali lipat lebih banyak. Hahahaha.
Pukul setengah enam lebih saya masuk kantor imigrasi dan saya memendarkan padangan mencari lokasi menunggu paling nyaman. Teras musholla sepertinya pilihan yang baik. Saya duduk sambil mengamati beberpa orang yang tetap berdatangan. Bagi saya, pemohon paspor atau siapapun yang berdatangan ke kantor imigrasi saat itu tidak ada yang mbambesdan kurang kasih sayang. Semua seperti orang yang sering ke luar negeri. Tak seperti saya, yang memegang paspor saja tidak pernah. Ah stop dramaa. hahaha
Sambil menunggu kantor foto kopi buka, saya mengajak ngobrol orang di sebelah saya. Seorang perempuan asal Lamongan, katanya dia mau ke Malaysia. Dia mau mengurus paspor biasa.
Pukul setengah tujuh, kantor foto kopi pun buka. Saya adalah orang pertama yang langsung datang begitu papan TUTUP diturunkan. Foto Kopian ada persis di sebelah depan bagian kiri Mushola, jadi saya bisa melihat dengan jelas. Pasalnya semua dokumen belum saya foto kopi, bukan apa-apa daripada salah terus bolak-balik, ah ribet. Saya juga belum membeli materai.
Saya memfotokopi serta ijazah S1 saya, barangkali saja ditanyakan. Malamnya, saya mencetak undangan dari sponsor, siapa tahu ditanyakan juga. Teman saya sebenarnya ada yang menyarankan untuk berkata, "Wisata ke Singapura saja" kalau ditanyai saya mau kemana. Tapi setelah saya pikir-pikir, lebih baik saya jujur untuk mengatakan kemana tujuan saya. Daripada saya harus berbohong?
Pukul 07.30 tepat pintu dibuka. Petugas sekuriti menyeru mempersilahkan masuk antrian nomer 1-100. Saya duduk dengan teman dari Lamongan tadi, namanya Utami. Kami masuk dan mengular di depan resepsionis pemberkasan. Sekuriti berseru agar kami segera menyiapkan berkas asli KTP, KK, dan akta lahir/Ijazah. Biar mudah, agar langsung dapat pemberkasan. Dia juga mengingatkan untuk berkata "e paspor" bila pemohon ingin membuat e paspor. Karena berkasnya akan berbeda. Bedanya? ada stempel e-paspor warna merah di luar map yang di dalamnya juga tertulis GRATIS.
Setelah mendapat map, saya mencari tempat duduk paling nyaman untuk menulis berkas. Isinya berupa data diri, anggota keluarga. riwayat kerja atau pendidikan. Tidak ada pertanyaan sulit, karena semua ada jawabannya di KTP atau KK kita. Oh ya, ada selembar surat pernyataan yang harus kita tempel materai yang berisi pernyataan bahwa kita tidak akan menjadi pegawai ilegal di negara tujuan. Jadi bawa alat tulis sendiri dan lem kertas untuk menempel materai.
Setelah menunggu sekitar 45 menit, akhirnya nomor antrian saya dipanggil untuk wawancara. Pertanyaannya sama seperti yang saya baca di blog-blog sebelumnya, perihal saya ingin kemana. Saya menjawab mantap saya ingin ke suatu negara jauh dalam rangka undangan conference atau annual summit. Petugas meminta saya memberi surat undangan (seperti yang saya duga), saya langsung menyerahkan, dan tidak ada pertanyaan lainnya lagi. Dia mengetik semua data dengan cepat, begitu saya melihat nama saya yang tanpa tanda petik saya protes. Namun petugas berkata bahwa memang tidak bisa nama dengan tanda petik. Owalah saya baru ngeh. Saya langsung bergeser untuk foto e paspor setelah saya melakukan beberapa finger scan. Dan selesai!
Sayangnya saya harus menunggu sepuluh hari lamanya untuk mengambil e paspor. Jadi saya sarankan untuk membuat e paspor selain hari Jumat, dan sangat disarankan membayar sesaat setelah keluar dari kantor imigrasi. Pembayaran bisa dilakukan di bank-bank yang ditunjuk, waktu itu saya transfer lewat bank BCA.
Untuk pengambilan paspor, kita tidak perlu datang pagi-pagi, karena kantor hanya melayani di siang hari. Syaratnya hanya kertas struk yang berisi nomer permohonan paspor kita dan bukti pembayaran. Kalau mengambilkan milik orang lain, harus disertai surat kuasa. Ambilnya juga sangat cepat apalagi ada dua loket. Udah bikin aja dulu, soal kapan digunakan pikir nanti. Heuheuheu.
Meski saya mendapat antrian nomer 29 di kertas sobekan tadi, ternyata saya mendapat antrian 52 di finger scan. Dua kali lipat lebih banyak. Hahahaha.
![]() |
| Kartu pengenal yang digantung saat masuk KANIM |
Pukul setengah enam lebih saya masuk kantor imigrasi dan saya memendarkan padangan mencari lokasi menunggu paling nyaman. Teras musholla sepertinya pilihan yang baik. Saya duduk sambil mengamati beberpa orang yang tetap berdatangan. Bagi saya, pemohon paspor atau siapapun yang berdatangan ke kantor imigrasi saat itu tidak ada yang mbambes
Sambil menunggu kantor foto kopi buka, saya mengajak ngobrol orang di sebelah saya. Seorang perempuan asal Lamongan, katanya dia mau ke Malaysia. Dia mau mengurus paspor biasa.
Pukul setengah tujuh, kantor foto kopi pun buka. Saya adalah orang pertama yang langsung datang begitu papan TUTUP diturunkan. Foto Kopian ada persis di sebelah depan bagian kiri Mushola, jadi saya bisa melihat dengan jelas. Pasalnya semua dokumen belum saya foto kopi, bukan apa-apa daripada salah terus bolak-balik, ah ribet. Saya juga belum membeli materai.
Saya memfotokopi serta ijazah S1 saya, barangkali saja ditanyakan. Malamnya, saya mencetak undangan dari sponsor, siapa tahu ditanyakan juga. Teman saya sebenarnya ada yang menyarankan untuk berkata, "Wisata ke Singapura saja" kalau ditanyai saya mau kemana. Tapi setelah saya pikir-pikir, lebih baik saya jujur untuk mengatakan kemana tujuan saya. Daripada saya harus berbohong?
Pukul 07.30 tepat pintu dibuka. Petugas sekuriti menyeru mempersilahkan masuk antrian nomer 1-100. Saya duduk dengan teman dari Lamongan tadi, namanya Utami. Kami masuk dan mengular di depan resepsionis pemberkasan. Sekuriti berseru agar kami segera menyiapkan berkas asli KTP, KK, dan akta lahir/Ijazah. Biar mudah, agar langsung dapat pemberkasan. Dia juga mengingatkan untuk berkata "e paspor" bila pemohon ingin membuat e paspor. Karena berkasnya akan berbeda. Bedanya? ada stempel e-paspor warna merah di luar map yang di dalamnya juga tertulis GRATIS.
Setelah mendapat map, saya mencari tempat duduk paling nyaman untuk menulis berkas. Isinya berupa data diri, anggota keluarga. riwayat kerja atau pendidikan. Tidak ada pertanyaan sulit, karena semua ada jawabannya di KTP atau KK kita. Oh ya, ada selembar surat pernyataan yang harus kita tempel materai yang berisi pernyataan bahwa kita tidak akan menjadi pegawai ilegal di negara tujuan. Jadi bawa alat tulis sendiri dan lem kertas untuk menempel materai.
Setelah menunggu sekitar 45 menit, akhirnya nomor antrian saya dipanggil untuk wawancara. Pertanyaannya sama seperti yang saya baca di blog-blog sebelumnya, perihal saya ingin kemana. Saya menjawab mantap saya ingin ke suatu negara jauh dalam rangka undangan conference atau annual summit. Petugas meminta saya memberi surat undangan (seperti yang saya duga), saya langsung menyerahkan, dan tidak ada pertanyaan lainnya lagi. Dia mengetik semua data dengan cepat, begitu saya melihat nama saya yang tanpa tanda petik saya protes. Namun petugas berkata bahwa memang tidak bisa nama dengan tanda petik. Owalah saya baru ngeh. Saya langsung bergeser untuk foto e paspor setelah saya melakukan beberapa finger scan. Dan selesai!
Sayangnya saya harus menunggu sepuluh hari lamanya untuk mengambil e paspor. Jadi saya sarankan untuk membuat e paspor selain hari Jumat, dan sangat disarankan membayar sesaat setelah keluar dari kantor imigrasi. Pembayaran bisa dilakukan di bank-bank yang ditunjuk, waktu itu saya transfer lewat bank BCA.
Untuk pengambilan paspor, kita tidak perlu datang pagi-pagi, karena kantor hanya melayani di siang hari. Syaratnya hanya kertas struk yang berisi nomer permohonan paspor kita dan bukti pembayaran. Kalau mengambilkan milik orang lain, harus disertai surat kuasa. Ambilnya juga sangat cepat apalagi ada dua loket. Udah bikin aja dulu, soal kapan digunakan pikir nanti. Heuheuheu.
![]() |
| e paspor yang telah jadi |


Comments
Post a Comment