Skip to main content

Tentang Pilihan dan Perempuan

Dua kakak saya adalah lulusan kuliah jurusan keislaman di Tulungagung. Kakak pertama, lulusan Pendidikan Agama Islam,  sekarang memilih menjadi pedagang ikan gurami. Sedang yg nomor dua, lulusan hukum islam, memilih jadi pegawai di sebuah perusahaan swasta. Saya belajar dari Ibu saya, bahwa apapun pekerjaan mereka sekarang, meski tak sejalan dengan ijazah S1 mereka tidak masalah, asal barokah. Agaknya itu adalah bentuk contoh menghargai apa yang dilakukan dan dipilih oleh orang lain, termasuk keluarga sendiri.

Saya sering bertemu dengan beberapa teman sekolah, kadang kami sering bertukar berita atau sekedar membicarakan nostalgia masa lalu. Suatu kali saya menginap di seorang sahabat. Dia sangat baik pada saya dari semenjak saya 'merepotkan' keluarga kecilnya. Dia sering bilang bahwa dia kadang merasa minder, dia tak bisa kuliah lagi, tak bekerja di sebuah tempat yg 'layak': dia adalah ibu rumah tangga biasa.

Padahal, jauh di lubuk hati saya, saya merasa salut dengannya. Cara dia mendidik anaknya, berkomunikasi dengan suaminya, dan sekilas saya juga mengamati cara dia menyelesaikan permasalahan kecil rumah tangganya: sanyo mati, jemuran waktunya mengangkat, membuang sampah, dll. Dia selalu membuat saya kagum saat saya ke rumahnya. Namun, anehnya dia pernah bilang, "aku pingin seperti kamu bebas kemana-mana." saya tersenyum.

Pagi ini, ada sedikit obrolan menarik dengan teman sekolah saya yg lalu tentang pekerjaan dan mengasuh anak. Karena saya hanya pengamat, bagi saya apapun pekerjaan teman perempuan saya yg lain, saya akan menghargainya. Terlepas apakah itu sesuai dengan ijazahnya atau bukan.

karena apa? Perempuan butuh support dari sesama perempuan yg lain. Satu pekerjaan tertentu tidak ada yg lebih baik atau lebih buruk dari yg lainnya. Semua adalah soal pilihan hidup. Kalau teman perempuan saya memilih menikah muda, momong anak, ya sudah itu pilihan. Pun kalau ada yg memilih mengejar 'mimpi' dan menikah kemudian, itu juga pilihan. Ya sudah. Kita sebagai perempuan justru harus saling menguatkan satu sama lain.

Bahwa, ada beberapa perempuan yg memilih menjadi ibu, ada yg memilih mendonasikan waktunya, energinya, untuk orang lain, ada yg memilih menjadi apa yang 'umumnya' dilakukan masyarakat: sekolah, menikah, 'mbernah' (berkembang biak๐Ÿ˜…). Well, itu semua pilihan hidup.

Apapun yg para perempuan lakukan di luar sana, saya yakin, dia telah memilih jalan hidupnya dengan proses pemikiran yg sangat panjang. Jangan mencibir perempuan yg melahirkan caesar, perempuan yg tak sempat memberi ASI, atau perempuan yg belum juga menikah macam saya, eh. Mari jadi perempuan cerdas dan dengan bijak untuk saling memberi dukungan satu sama lain, anak-anak kita akan belajar menghargai dari kita, perempuan; calon ibu.

Bukankah "Al -Ummu madrasah Al-ula?" ๐Ÿ˜‡

Comments

Popular posts from this blog

Sebuah kegelisahan di hari Selasa

Saya pernah mikir, apakah ada orang di dunia ini yang hidupnya selalu senang dan bahagia? Jika uang bisa membeli kebahagiaan, maka orang kaya pastinya menjadi kelas nomor satu dari populasi manusia bahagia dong ya harusnya? Tapi kenapa ada orang kaya tidak bahagia? apakah uangnya kurang banyak? Saya jadi ingat, suatu kali saudara datang mengunjungi rumah tempat tinggal saya setelah menikah. Memang untuk ukuran orang kabupaten rumah yang saya tinggali saat ini tergolong kecil, sangat kecil malah. Hanya ada dua kamar, satu ruangan kecil di bawah tangga yang saya fungsikan sebagai mushola dan sebuah ruang tamu kecil. Dapur? ada sekedarnya di sebuah teras. Sementara kamar mandi 'nebeng' dengan saudara ipar.  Dari sorot mata saudara kondisi saya memang 'menyedihkan'. Tapi mau bagaimana lagi? Hidup berumah tangga harus siap dengan konsekuensi apapun bukan? Saya pikir itu adalah resiko ketika saya memilih untuk tidak kembali ke rumah orang tua. Sebagai anak bungsu, orang tua s...

Berkunjung ke Kantor Google Indonesia

 Saya pertama kali berkunjung ke Kantor Google Indonesia pada bulan Juli 2019 lalu. Waktu itu sedang ada pelatihan jurnalistik di SINDOnews daerah Jakarta. Setelah acara selesai, saya dan satu orang teman saya memutuskan untuk main ke kantor Google Indonesia. Caranya bagaimana?

Pengalaman Memperpanjang SIM Online

Awalnya saya ingin memperpanjang SIM secara offline, tapi saya sudah berganti domisili, jadi saya belum familiar dengan satpas yang baru. Sambil mencari informasi satpas baru, saya baca ada aplikasi SIM Online saya tertarik untuk mencobanya, apalagi kondisi sedang hamil membuat saya tidak terlalu kuat untuk berada di tempat publik lama, jadi saya memutuskan untuk memperpanjang SIM secara online. Ada beberapa hal yang harus disiapkan saat ingin memperpanjang SIM online: 1. HP dengan baterai dan koneksi internet 2. Download aplikasi Digital Korlantas di Play store 3. Foto KTP 4. Foto SIM lama 5. Foto dengan background biru 6. Foto tanda tangan Pertama-tama, setelah download aplikasi Digital Korlantas , kita login dengan mengisi data yang dibutuhkan. Ada beberapa proses yang menginginkan kita untuk foto selfi dengan wajah yang terang tanpa kaca mata (jika memakai). Waktu itu saya sedang rebahan dan tidak memakai jilbab, jadi ada baiknya siapkan pakaian yang layak sebelum foto verifikasi. ...