Waktu itu hari Minggu, pertengahan bulan Agustus, saya bermimpi melakukan test pack dan hasilnya garis dua. Begitu bangun saya langsung mencari sisa test pack yg pernah kami beli, iya sejak awal pernikahan kami sering melakukan test pack ketika saya telat datang bulan. Dan waktu itu hasilnya belum sesuai harapan.
Sampai di bulan Agustus, di usia pernikahan ke sepuluh bulan itulah saya merasa bahwa seperti firasat ini benar. Sepuluh bulan memang bukan waktu yang lama jika dibandingkan dengan lamanya pernikahan orang lain. Tapi saya memiliki rasa khawatir, usia saya akan menginjak angka 35 di tahun ini. Tak lagi muda, tak lagi sekuat dahulu.
Meski saya terlihat santai ketika banyak sekali pertanyaan kapan isi kapan nyusul punya baby dan lainnya muncul dari banyak kalangan: ya teman, ya saudara, ya orang yg hanya kenal di dunia maya. Malah orangtua tidak ada yg menanyakannya. Saya pikir perkara "kapan punya anak?" tidak bisa dijawab dengan jawaban pasti layaknya pertanyaan "kapan makan siang?" Jadi saya tidak pernah ambil pusing perkataan orang. Semua pasti ada masanya sendiri-sendiri.
Setelah test pack yang hanya tersisa satu itu ketemu, saya mengambil wadah plastik diam-diam di dapur untuk air pipis saat suami sedang tidur. Saya langsung ke kamar mandi dan membawanya naik ke lantai atas. Dengan perasaan berdebar-debar, saya mencelupkan test pack. Garis kontrol terlihat, dan kemudian ada satu garis lagi yg mengikutinya sangat jelas. Tidak seperti sebelumnya, kali ini sangat jelas. Saya menyembunyikan kegembiraan itu, saya simpan test pack di belakang jendela. Kemudian dengan gaya polos saya membangunkan suami. Memintanya membeli test pack baru. Saya bilang sisa test pack gak ada isinya.
Dia bergegas membeli setelah cuci muka. Kebetulan dekat rumah kami ada apotek Kimia Farma yg buka 24 jam. Kami melakukan test pack lagi. Ahamdulillah, seperti sebelumnya hasilnya ada dua garis merah yg nampak jelas sekali. Kami langsung berpelukan bahagia. Saling menutupi air mata haru di antara kami. Kami memang sudah lama menunggu saat seperti ini.
Setelah itu apa yg terjadi? What's next? Tentu saja saya bingung. Ini adalah hal yg sangat baru bagi kami: antara bingung dan bahagia. Kami memutuskan tak buru-buru dahulu memberi tahu orang lain. Yang paling penting adalah kami siap menerima kehadiran keluarga baru dan menikmati kebahagiaan ini lebih dahulu. Terlebih saya pribadi, yang akan menyiapkan tubuh saya untuk perkembangan sang buah hati.
Tiga hari kemudian baru kami putuskan untuk memberi tahu keluarga, tentu yang paling pertama adalah ibu saya. Agar mendapatkan doa restu dari orang tua.
Suami menelpon ibu begitu pulang kerja, "Bu alhamdulillah Nunu positif..."
Bukannya bahagia, ibu saya malah terkejut. Dikiranya saya positif covid. Dengan pelan suami menjelaskan bahwa saya positif hamil. Ibu saya pun akhirnya bahagia mendengarnya.
Keesokan harinya, baru kami ceritakan ke keluarga satu rumah: yaitu saudara ipar. Saya memberi kabar kakak lewat aplikasi chat, baru kemudian saya bercerita ke beberapa teman dekat. Tidak banyak, paling cuma lima atau enam orang saja.
Setelah itu saya masih juga bingung, kapan saya harus periksa? Saya bertanya kepada beberapa teman dekat itu. Kapan waktu yg tepat untuk periksa kehamilan ini? Tentu saja jawabannya beragam. Ada yg tunggu aja nanti dulu, ada yg bilang segera saja USG. Saya tetap menjadi bingung. Banyak artikel yang saya baca dan jawabannya pun beragam.
Akhirnya saya berdiskusi dengan suami enaknya bagaimana, kemudian mengambil kesimpulan bahwa sepertinya periksa ke dokter kandungan lebih cepat lebih baik. Suami merasa perlu melakukan periksa awal karena selain saya berusia 35 tahun, ini merupakan kehamilan pertama. Kamipun mengambil keputusan, "Baiklah mari kita lakukan Jum'at ini."
Kami menjadwalkan periksa di Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) dekat rumah. Selain pertimbangan jarak, beberapa saudara ipar banyak yg sudah melahirkan di sana. Saya memilih dokter perempuan dengan pertimbangan kenyamanan pribadi karena pastinya akan melakukan tes ini itu di area intim. Sejujurnya saya gelisah, untuk pertama kalinya saya periksa kehamilan.
Saat masuk rumah sakit, banyak sekali pasangan suami istri yg sudah duduk mengantri. Saya melihatnya dengan iri sekaligus takjub, mereka nampak sangat perhatian. Ada yg mengendong anaknya agar sang Ibu nyaman menunggu, ada yg mengurut-urut punggung istri. Saya beruntung bersama suami di hari pertama saya periksa kehamilan.
Setelah pemeriksaan berat badan dan tensi darah saya mendapat antrian nomor dua belas. Dokter datang sejam kemudian. Saya cerita lewat chat di teman yg sudah punya anak, katanya antri segitu belum seberapa. Dia pernah antri sampai berjam-jam di dokter kandungan dan pulang larut malam. Baiklah, saya harusnya tidak boleh patah semangat dan mengeluh. Akhirnya saya dipanggil, suami tidak bisa menemani karena pandemi melarang pasien diantar ke ruang periksa.
Saya ditanya, "Sudah menikah berapa lama?"
"Sepuluh bulan dok," jawab saya.
"Oh masih sebentar itu. Oke saya cek dulu ya.." mendengar jawaban itu, saya bisa menduga bahwa banyak pasangan suami istri dengan usia pernikahan yg lebih lama dari saya memeriksakan kehamilan pertama mereka.
Untuk pertama kalinya saya diperiksa USG. Selama ini saya hanya melihatnya di film atau saya baca di internet. Setelah saya berbaring di kasur periksa, perawat memberi cairan gel di perut, dokter memeriksanya dengan alat yg seperti senter. Nampak sebuah kantung bundar kecil di layar, kata dokter itu namanya kantung rahim. Saya sangat bahagia. Dokter memindahkah alat itu ke bagian perut lainnya, "oh ada kistanya ini," katanya. Seketika saya terkejut.
"Apakah pernah periksa sebelumnya?" Saya bilang belum. Katanya ukurannya lumayan, diameter 6x7cm.
"Nanti kita lihat dahulu, kalau tetap membesar kita lakukan operasi di minggu 14 atau 16 ya," kata dokter.
Saya mengangguk.
Sebenarnya saya tidak bisa mencerna dengan baik kalimat itu. Operasi? Apakah kista ini berbahaya? Apa yg harus saya lakukan? Lalu bagaimana dengan anak saya?
Beruntung saya memilih dokter yg sangat supportif. Dengan tenang beliau menjelaskan bahwa saya harus tenang meski kistanya besar dan fokus ke janin lebih dahulu.
"Jangan pikirkan kistanya, fokus aja ya," katanya.
Dokter meresepkan vitamin dan penguat kandungan. Dalam waktu dua minggu lagi, saya dimintanya untuk datang periksa lagi.
Saya keluar ruangan dan terlihat suami menatap saya seperti sudah menunggu aba-aba. Saat antri obat, saya jelaskan kepada suami kalau saya punya kista ukuran besar 6x7cm. Dia hanya mengangguk.
"Bayinya?"
"Kata dokter fokus aja ke janin. Kalau tetap membesar nanti dioperasi," saya bersikap seolah-olah tenang dan tidak terjadi apa-apa.
Setelah antrian obat dan pembayaran selesai, saya menjelaskan foto USG di kartu hijau kecil yg terbagi dua. Satu foto kantung janin, sedang satunya ukuran kistanya. Kami memutuskan membahasnya saat sampai di rumah.
Di perjalanan, hati dan pikiran saya berkecamuk. Antara senang dan sedih. Saya takut kista itu akan semakin besar dan takut kalau janin itu terdesak. Saya juga menyalahkan diri sendiri kenapa saya tidak pernah periksa setelah menikah? Saya juga membayangkan banyak kemungkinan apakah karena saya hamil dalam usia yg rentan? Karena ketakutan-ketakutan yg belum dimengerti itulah maka saya memutuskan untuk berhenti dari media sosial sampai saya siap. Saya takut overshare sesuatu yg belum saya mengerti.
Saya sampaikan ke suami kalau saya ingin istirahat media sosial dulu. Dia selalu mengiyakan saja, malah meledek apa saya sanggup. Tapi ya karena demi kebaikan saya sendiri, saya pun mantap menulis di story Instagram untuk istirahat sejenak dari media sosial sampai waktu yg tak ditentukan.
**Berlanjut**



Love you
ReplyDeleteLove you too 😙❤️
ReplyDeletesemangat jeng... inget yaakk... fokus pd debay nya...
ReplyDeleteTerimakasih jenk ❤️
DeleteSelamat Bu Nunu, semoga dilancarkan segalanya, nggak perlu sampai operasi kista, tetap bahagia berpikir positif.
ReplyDeleteTerimakasih doanya. Amin ya rabbal alamin 🥰
DeleteCongratulations... Insyaallah kistanya hilang seiring dengan perkembangan janin.
ReplyDeleteTerimakasih
DeleteAmin ya rabbal alamin 🥰
Alhamdulillah turut bahagia mendengar kabar ini. Semoga bayinya tumbuh kembang dengan sehat dan kuat, biar kistanya cuman dibuat mainan kelereng sama di nanti di dalam sana 😁
ReplyDeleteTerimakasih mas Bud. Amin ya rabbal alamin 😘
Delete